Artikel

Pipit Haryanti: Dari Tuduhan hingga Pemulihan Nama Baik

Kepala Desa Lambangsari Berprestasi dan Program PTSL 2.

Pipit Haryanti, Kepala Desa Lambangsari, adalah sosok yang dikenal karena dedikasinya dalam membangun desa. Di bawah kepemimpinannya, Desa Lambangsari mencapai berbagai prestasi, termasuk menjadi Desa Mandiri dan mendapatkan penghargaan dari berbagai pihak. Namun, di tengah upaya membangun desa, Pipit Haryanti tersandung kasus hukum yang mengguncang masyarakat.

Pipit Haryanti – Kepala Desa Lambangsari

 

Pada tahun 2022, ia dituduh melakukan pungutan liar (pungli) terkait program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Program ini merupakan inisiatif pemerintah untuk mempercepat sertifikasi tanah masyarakat dengan biaya yang telah diatur melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri. Untuk wilayah Jawa dan Bali, biaya maksimal yang diperbolehkan adalah Rp150.000 per pemohon, sedangkan di wilayah Indonesia Timur bisa mencapai Rp450.000.

Dalam kasus Pipit Haryanti, biaya yang ditetapkan adalah Rp400.000 per pemohon. Namun, fakta di persidangan mengungkap bahwa angka ini bukan keputusan pribadi Kepala Desa, melainkan hasil musyawarah antara Koordinator PTSL, RT, RW, Dusun, LKD, dan BPD dalam rapat sosialisasi pada 19 Agustus 2021. Bahkan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bekasi yang hadir dalam rapat tersebut tidak memberikan keberatan terhadap keputusan tersebut.

 
Proses dan Kompleksitas Program PTSL

PTSL bukan sekadar program administrasi biasa. Dalam pelaksanaannya, diperlukan banyak tahapan dan melibatkan berbagai pihak. Tidak hanya masyarakat yang harus menyerahkan berkas, tetapi juga peran aktif dari RT, RW, dan perangkat desa sangat diperlukan.

Beberapa proses yang harus dilalui dalam PTSL meliputi:

  1. Pendaftaran di RT atau RW dengan membawa kelengkapan dokumen.
  2. Verifikasi dan input data oleh petugas desa dan honorer BPN.
  3. Pemeriksaan dan penyempurnaan berkas oleh pemohon bersama RT/RW.
  4. Pembuatan berbagai dokumen pendukung seperti surat keterangan tidak sengketa, riwayat tanah, dan alas hak.
  5. Penyerahan berkas ke BPN Kabupaten Bekasi untuk diproses lebih lanjut.
  6. Pengukuran tanah oleh BPN yang didampingi RT/RW.
  7. Penyelesaian sertifikat di kantor BPN, yang masih memerlukan koordinasi dengan perangkat desa.

 

Keterlibatan RT, RW, dan Dusun dalam program ini menjadi sangat penting, karena mereka yang memahami sejarah tanah di wilayahnya serta kepemilikan sah atas tanah tersebut. Oleh karena itu, keberatan mereka terhadap biaya Rp150.000 cukup beralasan, mengingat kompleksitas pekerjaan dan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus PTSL.

 
Putusan Pengadilan dan Pemulihan Nama Baik

Setelah melalui persidangan yang panjang, majelis hakim akhirnya memutuskan bahwa Pipit Haryanti tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia dinyatakan bebas dari segala tuntutan dan namanya dipulihkan. Keputusan ini disambut baik oleh masyarakat Desa Lambangsari, yang sejak awal meragukan tuduhan tersebut.

Hari ini, Pipit Haryanti kembali menjalankan tugasnya sebagai Kepala Desa Lambangsari, melanjutkan program-program pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kasus yang menimpanya menjadi pembelajaran bahwa kebijakan desa harus selalu dilakukan secara transparan, namun juga mempertimbangkan kebutuhan riil di lapangan agar pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan optimal.

Kisah Pipit Haryanti adalah bukti bahwa keadilan dapat ditegakkan, dan perjuangan untuk membangun desa tidak selalu berjalan mulus. Namun dengan semangat dan dedikasi, setiap tantangan dapat dihadapi demi kemajuan bersama.

Artikel Lainnya

Justitia Omnibus

Open chat
Halo,
Silahkan Konsultasi Masalah Hukum Anda Kepada Kami!