Tidak ada hukuman tanpa kesalahan yang terbukti.
Dalam hukum pidana, asas kulpabilitas menjadi prinsip utama yang menegaskan bahwa seseorang hanya dapat dipidana jika terbukti bersalah. Tidak ada pemindahan sanksi pidana secara otomatis dari korporasi (corporate crime) ke individu (personal crime). Asas ini menuntut adanya bukti niat atau kesengajaan dalam melakukan tindak pidana, yang dikenal sebagai mens rea atau guilty mind.
Suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana jika memenuhi unsur-unsur yang ditentukan dalam pasal terkait. Dalam hukum pidana dikenal konsep ajaran dualistis, yang membedakan antara perbuatan pidana dan pertanggungjawaban pidana.
Elemen Perbuatan Pidana:
Elemen Pertanggungjawaban Pidana:
Perkembangan hukum pidana, yang sebelumnya menganut ajaran monistis, kini beralih ke ajaran dualistis. KUHP baru yang akan berlaku tahun 2026 juga mengadopsi prinsip pemisahan antara perbuatan dan pertanggungjawaban pidana.
Menurut Simons, kesalahan dalam hukum pidana merupakan keadaan psikis seseorang yang melakukan tindak pidana dan memiliki keterkaitan dengan perbuatannya. Kesalahan ini dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu kesengajaan dan kealpaan.
Seorang ahli hukum menyatakan bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai perbuatan pidana apabila:
Dalam hal pertanggungjawaban pidana, ada tiga komponen utama yang harus terpenuhi:
Konsep pertanggungjawaban pidana sangat penting dalam sistem peradilan. Seseorang hanya dapat dijatuhi pidana jika memenuhi unsur kesalahan dan tidak memiliki alasan pembenar atau pemaaf. Prinsip ini menjamin keadilan serta menghindari kriminalisasi yang tidak tepat dalam sistem hukum pidana di Indonesia.