Artikel

Ujian Pipit Haryanti

Kepala Desa Berprestasi yang Diuji Hukum.

Desa Lambangsari, sebuah desa di Kabupaten Bekasi, mengalami hari yang penuh duka pada 2 Agustus 2022. Pipit Haryanti, kepala desa yang dikenal berprestasi, harus menghadapi ujian berat ketika ditangkap dan ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi atas dugaan tindak pidana korupsi. Tuduhan yang dialamatkan kepadanya tidak main-main, yakni menyalahgunakan kewenangan untuk keuntungan pribadi, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Muhammad Ali Fernandez, SHI. MH.
 
Awal Mula Kasus

Masalah bermula dari pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Lambangsari. Program ini bertujuan untuk membantu warga memperoleh sertifikat tanah secara lebih cepat dan murah. Berdasarkan hasil musyawarah desa, biaya pendaftaran PTSL ditetapkan sebesar Rp400.000 per pemohon. Dari total 1.176 pemohon, terkumpul dana Rp466 juta.

Dalam rincian pembagian dana tersebut, sejumlah uang dialokasikan untuk berbagai pihak, termasuk perangkat desa, ketua RT/RW, kepala dusun, dan staf administrasi. Namun, Kejaksaan menilai bahwa biaya yang diperkenankan hanya Rp150.000 per pemohon, sesuai dengan keputusan bersama tiga kementerian yang mengatur pembiayaan PTSL. Dugaan penyimpangan inilah yang menjadi dasar dakwaan terhadap Pipit Haryanti.

 
Proses Hukum dan Pembelaan

Tim kuasa hukum Pipit Haryanti, MAF Law Office, menyampaikan pembelaan terhadap dakwaan tersebut. Mereka menegaskan bahwa penyelesaian sengketa PTSL seharusnya mengikuti mekanisme administratif, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2018. Dengan demikian, proses hukum yang langsung ditempuh Kejaksaan dianggap menyalahi prosedur.

Selain itu, tim pembela berpendapat bahwa biaya Rp400.000 yang ditetapkan dalam musyawarah desa tidak melanggar hukum. Hal ini didasarkan pada aturan yang mengizinkan besaran biaya tersebut untuk menutupi biaya operasional, seperti penggandaan dokumen, pemasangan patok, dan transportasi. Mereka juga menyoroti peraturan daerah di Kabupaten Pati yang membolehkan tarif serupa dalam program PTSL.

Argumen lainnya adalah bahwa tindakan Pipit Haryanti tidak memenuhi unsur melawan hukum dalam tindak pidana korupsi. Masyarakat tetap mendapatkan manfaat dari program ini, tidak ada kerugian negara, dan tidak terbukti bahwa Pipit Haryanti mengambil keuntungan pribadi dari dana tersebut.

 
Putusan Hakim: Keadilan Ditegakkan

Setelah melalui proses persidangan yang panjang, Majelis Hakim akhirnya berpihak pada pembelaan kuasa hukum Pipit Haryanti. Hakim menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Pipit Haryanti bukanlah perbuatan pidana. Oleh karena itu, ia dibebaskan dari semua dakwaan dan tuntutan, serta dipulihkan nama baiknya.

Hari ini, Pipit Haryanti telah kembali menjalankan tugasnya sebagai Kepala Desa Lambangsari. Kasus ini menjadi cerminan betapa pentingnya kejelasan regulasi dan prosedur dalam implementasi program pemerintah, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berujung pada kriminalisasi kebijakan. Pipit Haryanti tetap berdiri teguh, meneruskan pengabdiannya bagi masyarakat Lambangsari, dengan semangat yang tidak pernah pudar.

Artikel Lainnya

Justitia Omnibus

Open chat
Halo,
Silahkan Konsultasi Masalah Hukum Anda Kepada Kami!