Artikel

Kisah Pipit Haryanti

Dari Vonis Bebas Hingga Kemenangan di Kasasi.

Kasus yang menimpa Pipit Haryanti menjadi sorotan publik setelah ia didakwa dalam perkara yang berkaitan dengan program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi. Meskipun jaksa mendakwa dirinya melakukan tindak pidana, pengadilan tingkat pertama memutuskan untuk membebaskannya dari segala tuntutan hukum. Keputusan ini kemudian diperkuat oleh Mahkamah Agung yang menolak kasasi dari Jaksa Penuntut Umum.

Pipit Haryanti dan Muhammad Ali Fernandez, SHI. MH.
 
Putusan Tingkat Pertama: Hakim Menolak Dakwaan

Majelis Hakim tingkat pertama menilai bahwa tindakan Pipit Haryanti tidak memenuhi unsur tindak pidana. Sejumlah pertimbangan utama yang mendasari putusan ini adalah:

  1. Biaya sebesar Rp150.000 yang ditetapkan untuk PTSL tidak mencukupi untuk menutupi biaya operasional, termasuk pendaftaran, persiapan dokumen, dan penyediaan patok tanah.
  2. Beberapa wilayah lain di Pulau Jawa, seperti Pati dan Karanganyar, menetapkan biaya PTSL hingga Rp400.000.
  3. Seluruh masyarakat yang mengikuti program ini membayar Rp400.000 secara sukarela tanpa ada keberatan.
  4. Banyak pemohon sertifikat yang tidak dipungut biaya sama sekali karena alasan ketidakmampuan ekonomi.
  5. Beberapa bidang tanah yang diproses dalam program ini merupakan tanah wakaf dan kepentingan umum.
  6. Uang yang diterima tidak digunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kebutuhan operasional seperti sewa basecamp, pembelian alat tulis, serta pembayaran listrik dan internet.
  7. Sebanyak 1.176 sertifikat tanah berhasil diterbitkan dalam program ini.
  8. Pendapat ahli Dr. Septa Chandra, SH., MH., menegaskan bahwa dalam banyak kasus, biaya administrasi yang disepakati masyarakat justru lebih besar. Oleh karena itu, perbuatan tersebut tidak melanggar norma kepatutan dalam masyarakat dan tidak memenuhi unsur sifat melawan hukum dalam hukum pidana.

Dengan dasar-dasar tersebut, Majelis Hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut:

  1. Menyatakan Pipit Haryanti tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primair.
  2. Membebaskannya dari dakwaan primair.
  3. Menyatakan bahwa meskipun ia terbukti melakukan perbuatan dalam dakwaan subsidair, perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.
  4. Melepaskannya dari segala tuntutan hukum.
  5. Memerintahkan pembebasannya dari tahanan segera setelah putusan dibacakan.
  6. Memulihkan hak-hak Pipit Haryanti, termasuk harkat dan martabatnya.
 
Kasasi Jaksa Ditolak Mahkamah Agung

Jaksa Penuntut Umum mengajukan kasasi terhadap putusan ini. Namun, Mahkamah Agung menolak kasasi dengan beberapa pertimbangan utama:

  • Putusan pengadilan tingkat pertama sudah tepat dan tidak salah menerapkan hukum.
  • Tindakan Pipit Haryanti tidak merugikan negara maupun masyarakat penerima sertifikat tanah.
  • Kasasi tidak dapat diajukan berdasarkan penilaian pembuktian fakta, melainkan hanya jika ada kesalahan penerapan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 253 KUHAP.

Akhirnya, Majelis Hakim Kasasi memutuskan:

  • Menolak permohonan kasasi dari Jaksa Penuntut Umum.
  • Membebankan biaya perkara kepada negara.
 
Kesimpulan

Kasus ini menjadi contoh bagaimana aspek hukum pidana, terutama terkait sifat melawan hukum materil, dapat menjadi faktor penentu dalam sebuah putusan. Dalam kasus Pipit Haryanti, pengadilan menilai bahwa meskipun ada unsur perbuatan dalam dakwaan subsidair, perbuatan tersebut bukanlah tindak pidana karena tidak bertentangan dengan norma keadilan dan kepatutan di masyarakat. Dengan kemenangan di tingkat kasasi, Pipit Haryanti akhirnya mendapatkan keadilan dan haknya dipulihkan sepenuhnya.

Artikel Lainnya

Justitia Omnibus

Open chat
Halo,
Silahkan Konsultasi Masalah Hukum Anda Kepada Kami!