Antara Formil, Materil, dan Putusan Mahkamah Konstitusi.
Hukum pidana memiliki tiga prinsip dasar yang menjadi landasan utama dalam menentukan apakah suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Prinsip-prinsip tersebut adalah:
Salah satu aspek penting dalam hukum pidana adalah konsep sifat melawan hukum. Konsep ini menentukan apakah suatu perbuatan bertentangan dengan hukum yang berlaku, baik secara formal maupun materiil. Dalam kajian hukum, sifat melawan hukum terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
Dalam ajaran hukum pidana, sifat melawan hukum memiliki tiga makna utama:
Konsep sifat melawan hukum materiil ini berkembang dari teori yang dikemukakan oleh Von Liszt, seorang ahli hukum Jerman, yang menyatakan bahwa setiap perbuatan anti-sosial dapat dianggap melawan hukum.
Dalam perkembangannya, sifat melawan hukum materiil terbagi menjadi dua fungsi utama:
Namun, dalam konteks Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), fungsi positif dari sifat melawan hukum materiil telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 melalui putusan 003/PUU-IV/2006. Sebelum dibatalkan, penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan bahwa suatu perbuatan tetap dapat dianggap melawan hukum meskipun tidak diatur dalam perundang-undangan. Mahkamah Konstitusi menilai bahwa ketentuan ini bertentangan dengan prinsip kepastian hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Mahkamah Konstitusi memberikan beberapa alasan dalam membatalkan fungsi positif sifat melawan hukum materiil dalam UU Tipikor, yaitu:
Sifat melawan hukum dalam hukum pidana tetap menjadi aspek penting dalam menilai apakah suatu perbuatan dapat dipidana. Fungsi negatif dari sifat melawan hukum materiil masih berlaku, yang berarti perbuatan yang memenuhi unsur delik tetap bisa dianggap tidak melawan hukum jika sesuai dengan rasa keadilan masyarakat. Namun, fungsi positif telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, sehingga tidak lagi dapat dijadikan dasar pemidanaan dalam kasus korupsi atau tindak pidana lainnya. Dengan demikian, prinsip kepastian hukum tetap menjadi landasan utama dalam penerapan hukum pidana di Indonesia.